Sabat 22 Maret 2025
RENUNGAN PENDAHULUAN
Harta Satu-satunya
“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Epesus 2:10)
Tabiat yang dibentuk menyerupai Ilahi adalah satu-satunya harta yang bisa kita bawa dari dunia ini ke dunia berikutnya…… Hargai setiap waktu bagaikan emas. Jangan sia-siakan waktu dalam kesenangan diri, jangan gunakan dalam kebodohan, tetapi gunakan untuk meraih harga tertinggi. Tanamkan pemikiran demikian dan kembangkan jiwa dengan menolak pikiran diisi dengan hal-hal yang tidak penting. Raih setiap manfaat di dalam jangkauanmu untuk memperkuat intelek. Jangan puas dengan standar rendah. Dengan usaha penuh iman, kewaspadaan, dan doa yang sungguh-sungguh, perolehlah hikmat yang berasal dari atas….
……….
Karakter yang dibentuk di dunia ini menentukan nasib kekal. Elemen nilai dalam kehidupan di dunia ini akan menjadi nilai di dunia yang akan datang. Masa depan kita ditentukan dari bagaimana kita sekarang membiarkan diri kita untuk dipengaruhi…. Kita mengambil kuk Kristus ke atas kita, dan mempelajari cara-Nya. —- Youth’s Instructor, 17 Agustus 1899.
——————————-
Tempat Kasih di dalam diri Adam dan Hawa digantikan dengan mementingkan diri sendiri
PADA MULANYA manusia dikaruniai kuasa berpikir yang mulia dan seimbang. Manusia itu sempurna tubuhnya, selaras dengan kehendak Allah. Pikiran-pikirannya bersih, maksud-maksudnya pun suci. Tetapi karena durhaka, kuasanya berubah, lalu rasa mementingkan diri-sendiri mengambil-alih tempat kasih itu. Keadaannya menjadi amat lemah karena pelanggaran itu sehingga membuat dia tidak mungkin, dengan kekuatannya sendiri, melawan kuasa kejahatan itu. Dia telah ditawan Setan dan akan tetap dikuasainya kalau Tuhan Allah tidak turut campur-tangan secara khusus. Maksud penggoda ialah menghalang-halangi rencana ilahi di dalam penciptaan manusia itu, lalu memenuhi bumi ini dengan bencana yang memilukan. Dan dia akan menunjukkan bahwa semuanya ini terjadi sebagai akibat daripada pekerjaan Tuhan Allah dalam menjadikan manusia itu. —– KS 11.1
PELAJARAN DARI PENGALAMAN GIDEON
KERUNTUHAN
Ketika Gideon berdiri memimpin tiga puluh ribu orang untuk berperang melawan bangsa Midian, ia merasa bahwa kalau Allah tidak bekerja bagi Israel, maka mereka akan gagal. Dengan perintah Ilahi bala tentara Ibrani berkurang oleh ujian-ujian yang berturut-turut sampai tinggal hanya tiga ratus orang untuk melawan jumlah musuh yang tak terhitung banyaknya itu. Tidak heran hatinya pun ciut memikirkan perkara itu.
Tetapi Tuhan tidak membuat hambaNya yang setiap itu putus asa. Ia berbicara kepada Gideon di malam hari, dan menyuruh dia, barsama dengan Pura, bujangnya yang setiap pergi ke perkemahan orang Midian, sambil mengatakan bahwa ia akan mendengar sesuatu yang akan membuatnya berani. Ia pergi dan menunggu dalam kegelapan dan keheningan, ia mendengar seorang tentara yang baru terbangun, menceritakan mimpinya kepada temannya, “Aku bermimpi: tampak sekeping roti jelai terguling masuk ke perkemahan orang Midian; setelah sampai ke kemah ini, dilanggarnyalah kemah ini, sehingga roboh, dan dibongkar bangkirkannya, demikianlah kemah ini habis runtuh.”
Yang lain menjawab dalam perkataan yang menggugah pendengar yang bersembunyi itu, “ini tidak lain dari pedang Gideon bin Yoas, orang Israel itu; Allah telah menyerang orang Midian dan seluruh perkemahan ini ke dalam tangannya.”
Gideon mengenali suara Allah berbicara kepadanya melalui perkataan orang-orang Midian ini. Keyakinan dan keberaniannya sangat dikuatkan, dan ia bergembira karena Allah orang Israel dapat bekerja melalui cara-cara paling sederhana untuk merendahkan kesombongan manusia. Dengan keyakinan dan pengharapan ia kembali ke sekumpulan kecil tentaranya, dengan berkata, “ Bangunlah, sebab Tuhan telah menyerahkan perkemahan orang Midian ke dalam tanganmu.”…
Sebagaimana sekeping roti masuk ke tenda yang membuatnya roboh, demikian pula sekelompok kecil bangsa Israel menghancurkan musuh-musuh mereka yang kuat dan banyak.
Tuhan sendiri mengarahkan pikiran Gideon dalam mebuat satu rencana yang segera dijalankan…
Sungguh satu pelajaran tentang rendah hati dan iman yang kita bisa pelajari saat mengingat pertolongan-pertolongan Allah kepada ciptaanNya. —- Signs of the times, 14 Juli 1881
KEMENANGAN TUHAN
Setelah menggulingkan bangsa Midian, berita tersebar luas ke mana-mana bahwa Allah Israel sekali lagi berperang bagi umatNya. Tidak ada kata yang dapat menggambarkan kengerian bangsa-bangsa sekitar ketika mereka mengetahui cara sederhana apa yang telah menghasilkan kemenangan melawan semua kekuatan dan keahlian dari satu bangsa yang kuat dan berani.
Kemanapun berita itu tersebar, semua merasakan bahwa kemenangan itu haruslah dianggap berasal dari Allah saja. Dengan demikian nama Tuhan dimuliakan, iman Bangsa Israel dikuatkan, dan musuh-musuh mereka menjadi malu dan bingung.
Tidak aman bagi umat Allah untuk mengadopsi adat dan kebiasaan bangsa yang tidak beriman. Prinsip-prinsip dan cara kerja Ilahi sangatlah berbeda dari dunia. (Komen Rein : Hal apa yang diadopsi oleh Gideon di dalam cerita ini? … jawabannya adalah “adat dan kebiasaan pikiran orang atau bangsa sekitar.”) Sejarah bangsa-bangsa tidak memperlihatkan kemenangan-kemenangan seperti penaklukan Yerikho atau bangsa Midian. Tidak ada jenderal tentara kapir yang pernah mengadakan peperangan sebagaimana yang pernah dilakukan Yosua dan Gideon. Kemenangan-kemenangan ini mengajarkan satu pelajaran besar bahwa satu-satunya sumber keberhasilan adalah pertolongan dari Allah, yang bekerja dengan usaha manusia. Mereka yang percaya pada hikmatnya sendiri dan kemampuan mereka sendiri sudah tentu akan kecewa. Satu-satunya cara aman dalam semua rencana dan tujuan hidup adalah memelihara kesederhanaan iman. (Komen Rein : Kesederhanaan iman apa yang dimaksud oleh Ny. Ellen G. White? Sesuai konteks kitalah yang membuatnya tidak sederhana, yaitu dengan menilai-nilai pekerjaannya dengan cara-cara kita — mengadopsi adat dan kebiasaan, kesalahan pikiran Gideon di sini dikoreksi dan dijadikan contoh bagi kita.) Kepercayaan yang rendah hati kepada Allah dan penurutan yang setia kepada kehendakNya penting bagi orang Kristen dalam menjalankan peperangan rohani sebagaimana bagi Gideon dan rekan-rekannya yang berani berjuang dalam peperangan Tuhan.
Perintah Allah haruslah dituruti dengan sempurna, (komen Rein : Sempurna maksudnya ? …. kembali sesuai konteks Gideon adalah karena Ia mencampurkan kepemimpinan Tuhan kepadaNya dengan pikiran-pikirannya yang dipengaruhi oleh pandangan atau adat dan kebiasaan bangsa-bangsa sekitar (yang ia bergaul), kemudian dinasihati berhenti peduli dengan pendapat orang-orang dunia dan alihkan bertanyalah kepada Allah, bukan kepada manusia. Inilah yang membahayakan seluruh bangsa bila Tuhan tidak koreksi. Dan contoh ini menyadarkan kita untuk sesegera merubah kekhawatiran/ketakutan kita yang masih saja tidak sepenuhnya percaya akan kepemimpinan Tuhan, meragukan rencana-rencana Tuhan yang cenderung tidak masuk akal. Karena tawar hati sedemikian akan menghancurkan seluruh pasukan Gideon, bila ia tidak dibantu oleh Tuhan untuk membenahi patah semangatnya. Kelemahan atau patah semangatnya Gideon adalah mengira peperangan yang ia hadapi adalah peperangan dirinya dan pasukannya, ia belum sepenuhnya sadar bahwa kemenangan demi kemenangan yang bangsanya telah jalani, termasuk bangsa Israel dibawah kepemimpinan Yosua waktu menghadapi tembok Yerikho dan juga pengalamannya sendiri, pada dasarnya adalah KARENA ALLAHLAH YANG BERPERANG). tidak peduli pendapat dunia…. Semua orang harus sungguh-sungguh memperbaiki setiap hak-hak keagamaan dan bertanya setiap hari kepada Allah untuk mengetahui kehendakNya. Kehidupan dan perkataan Kristus harus tekun dipelajari dan perintahnya dengan senang hati dituruti. Mereka yang bersiap dengan baju perang kebenaran tidak perlu takut kepada musuh-musuh Allah. Mereka dapat diyakinkan dengan perlindungan Panglima Perang Tuhan…..
Tuhan bersedia memberikan pengalaman berharga kepada umatNya. Ia mau mengajar mereka menyerahkan pertimbangan dan kehendak mereka sepenuhnya kepada Dia. Kemudian mereka akan melihat dan mengetahui bahwa dari diri mereka tidak dapat melakukan apapun; bahwa Allah adalah segalanya dan di dalam segala hal. —- Signs of the Times, 21 Juli 1881).
Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka firman Tuhan dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. (2 Korintus 6:17)
Inilah satu janji kepada kita pada kondisi penurutan. Jika kita mau keluar dari dunia dan terpisah, dan tidak menyentuh apa yang najis, maka Ia akan menerima kita. Inilah syarah penerimaan kita kepada Allah. Kita memiliki sesuatu untuk kita lakukan. Inilah satu pekerjaan bagi kita. Kita harus memperlihatkan terpisahnya kita dari dunia. Persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah. Tidak mungkin bagi kita menjadi sahabat dunia namun bersatu dengan Kristus. Bersahabat dengan dunia adalah bergandengan tangan dengan mereka, menikmati apa yang mereka nikmati, mengasihi apa yang mereka kasihi, mencari kesenangan, mencari kepuasan, mengikuti kecenderungan kita sendiri. Dalam mengikuti kecenderungan, kita tidak memiliki kasih kepada Allah; kita sedang mengasihi dan melayani diri sendiri. Tetapi disinilah janji besar itu: “Keluarlah dari antara mereka, dan pisahkan dirimu,” Berpisah dari apa? Kecenderungan-kecenderungan dunia, cita rasa mereka, kebiasaan-kebiasaan mereka; mode-mode, kesombongan, dan kebiasaan dunia….. Dalam membuat langkah ini, dalam memperlihatkan bahwa kita tidak sejalan dengan dunia janji Allah itu milik kita.”….
Kau memiliki jaminan bahwa kau akan diterima Allah. Kemudian dalam berpisah dengan dunia, kau akan terhubung dengan Allah; kamu akan menjadi anggota keluarga kerajaan; kamu menjadi anak-anak Tuhan yang Mahatinggi; kamu adalah anak-anak dari Raja Surgawi, diterima ke dalam keluargaNya, dan diawasi dari atas, bersatu dengan Allah yang kekal yang tanganNya mengatur dunia.
Sungguh satu keistimewaan besar disukai dan dihormati oleh Allah, disebut anak-anak Tuhan Yang Maha tinggi. Sulit dipahami memang; tetapi dengan semua janji dan penghiburan ini, ada banyak yang mempertanyakan dan meragukan. Mereka berada dalam posisi tak menentu. Mereka kelihatannya berpikir bahwa jika mereka menjadi orang-orang Kristen, maka akan ada segunung tanggung jawab, kewaspadaan seumur hidup, bergumul dengan kecenderungan mereka sendiri, dengan kemauan mereka sendiri, dengan keinginan mereka sendiri, dan dengan kesenangan mereka sendiri; dan saat mereka memandangnya, sepertinya tak mungkin bagi mereka mengambil langkah itu, memutuskan bahwa mereka akan menjadi anak-anak Allah, para hamba Yang Mahatinggi. —- Signs of the Times, 31 Jan 1878. (Komen Rein : Kekhawatiran seperti inilah yang terus merongrong kita semua mau melaksanakan tuntutan perintah yang paling terakhir yang menuntut berpisah dari dunia.)
PERSAMAAN DI ANTARA SEBAHAGIAN ORANG YANG MEMELIHARAKAN HARI SABAT DENGAN ORANG-ORANG DUNIA
Sementara itu orang yang berjalan di jalan yang lebar selalu memikirkan dirinya sendiri, pakaiannya, dan segala kesenangan yang ada, sepanjang jalan itu. Mereka memuaskan hatinya dengan tertawa tergelak-gelak serta bersuka-ria, dan tiada memikirkan kesudahan perjalanan itu, yaitu kebinasaan yang kekal yang ada pada ujung jalan itu. Tiap-tiap hari mereka menghampiri lebih dekat kepada kebinasaannya; meskipun demikian mereka itu terjun makin lama makin cepat. Aduh, alangkah ngerinya hal ini kelihatan kepada saya! ———– AML 115.2
Saya melihat pada jalan yang lebar ini berjalan banyak orang yang padanya tertulis, “Mati bagi dunia ini. Penghabisan segala perkara sudah dekat. Biarlah engkau juga bersedia.” Mereka sama saja seperti orang yang sia-sia yang ada sekelilingnya, (komen Rein : Kata-kata ini menunjukkan ada 2 pihak yang disebutkan, yaitu orang-orang disekeliling dan orang-orang yang sedang dibicarakan oleh EGW, dan jika orang disekeliling disebutkan sebagai orang yang sia-sia, maka mereka yang dimaksudkan EGW dari kelompok yang TIDAK SIA-SIA dan di periode terakhir ini siapa lagi kalau bukan pemegang Tongkat Gembala, calon-calon 144.000) (Berbicara tentang hanya SEDIKIT RUPA SEDIH terlihat di penampilan mereka, berarti bila kita kaitkan dengan di paragraf yang pertama dimana EGW begitu khawatir, sementara mereka yang sedang dibicarakan EGW tidak memiliki kekhawatiran EGW, maka berarti disini seperti EGWlah seharusnya mereka itu dan dari sini kita bisa melihat seperti apa EGW sendiri di dalam hidupnya. Demikian pula bila kita renungkan kepada pengalaman Musa dan Lot …. kita dapat lihat reaksi yang sangat berbeda dalam menyikapi keberadaan patung lembu emas, sikap Harun memperlihatkan dalam kategori sedikit sedih, sedangkan sikap keras dan tegasnya Musa memperlihatkan sikap yang sama dengan EGW melihat atau dapat dikatakan sebagai lawan kata dari sedikit sedih, Musa dan EGW sebagai orang-orang yang memiliki banyak sedih. Akibat dari hanya sedikit sedihnya Harun, bila dibiarkan terus selain akan membinasakan dirinya, juga akan memutuskan keterpilihan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan. Sedikit sedih membuat orang-orang yang sedang dinasihati oleh EGW tidak mampu melihat bahayanya kengerian kebersamaan dengan dunia yang dilihat oleh EGW. Pertanyaan: Mengapa bisa orang-orang yang sedang dinasihati EGW diatas dan Harun dapat hanya memiliki SEDIKIT RUPA SEDIH dan juga pertanyaan sebaliknya juga, apa yang membuat MUSA dan EGW dapat memiliki BANYAK SEDIH? Serta pertanyaan apa akar penyebab orang-orang yang mengaku Kristen tidak mati bagi dunia ini ? Jawabannya, kita mundur kepada asal mulanya TOLERAN/MENGADPOPSI ADAT dan KEBIASAAN BANGSA-BANGSA KAPIR dari keturunan ABRAHAM.) kecuali sedikit rupa sedih yang saya lihat terdapat pada wajah mereka. Percakapan mereka itu sama saja seperti orang-orang yang bersuka-ria dan tiada memikirkan apa yang ada sekelilingnya, tetapi kadang-kadang mereka itu menunjukkan dengan perasaan puas kepada tulisan-tulisan yang ada pada jubahnya, menarik perhatian orang-orang lain supaya menuliskan yang serupa itu pada jubahnya. Mereka itu berjalan pada jalan yang lebar, tetapi mengaku dirinya sebagai orang yang berjalan pada jalan yang sempit itu. Semua orang yang ada sekeliling mereka itu berkata, “Tidak ada perbedaan di antara kita. Kita semua serupa; kita berpakaian dan berbicara serta bertindak sama. . . .” ——– AML 115.3
Kepada saya sudah ditunjukkan persamaan di antara sebahagian orang yang memeliharakan hari Sabat dengan orang-orang dunia. Aduh, saya melihat bahwa itulah satu kehinaan kepada pengakuannya, satu kehinaan bagi pekerjaan Tuhan. Mereka membohongi pengakuannya. Mereka kira bahwa mereka itu bukanlah seperti dunia, tetapi sebenarnya mereka serupa dengan dunia dalam soal pakaian, dalam pembicaraannya, dan perbuatannya, sehingga tiada lagi bedanya. Saya melihat mereka itu menghiasi tubuhnya yang papa dan fana itu, yang pada segenap waktu bisa dijamah oleh jari Tuhan Allah dan ditidurkan atas balai kesengsaraan. Aduh, sementara mereka itu mendekati perubahannya yang terakhir, kesengsaraan yang maha hebat menyiksakan lembaganya, (Komen Rein : Bila tadi kita sudah pahami bahwa mereka yang sedang dinasihati EGW pada dasarnya adalah ORANG-ORANG YANG TIDAK SIA-SIA atau dapat disimpulkan kepada para pemegang Tongkat Gembala, maka kata-kata “Kesengsaraan yang maha hebat menyiksa lembaganya” …. kita dapat pahami bahwa ini meramalkan bahwa) dan pada ketika itu datanglah pertanyaan yang maha penting. “Apakah saya sudah sedia mati? Sedia menghadap hadirat Allah pada hari pehukuman, dan lulus dalam pemeriksaan yang maha besar itu?” ——- AML 116.1
Mengapa begitu sukar untuk hidup dalam penyangkalan diri dan kerendahan hati? Karena orang-orang yang mengaku dirinya Kristen tidak mati bagi dunia ini. Di balik kematian ini kelak akan ada damai sentosa. Akan tetapi banyak orang yang rindu akan bawang-bawang yang di Mesir. Padanya ada tabiat hendak berpakaian dan berbuat sebanyak mungkin seperti dunia ini, tetapi ingin masuk surga. Orang yang demikian mendaki jalan yang lain. Tiada dimasukinya pintu yang kecil dan jalan yang sempit itu…. ——— AML 116.3
Orang yang demikian tidak dapat dimaafkan. Banyak orang berpakaian seperti dunia ini supaya mempunyai pengaruh. Tetapi di sini diadakannya satu kesalahan yang sedih dan amat celaka. Jikalau mereka itu ingin mendapat pengaruh yang benar serta menyelamatkan, biarlah mereka itu menghidupkan pengakuannya, menunjukkan percayanya melalui perbuatan-perbuatan kebenaran, dan membuat perbedaan besar di antara orang Kristen dan dunia. Saya melihat bahwa segala perkataan, pakaian, dan perbuatan harus mempunyai arti bagi Tuhan. Maka satu pengaruh yang kudus akan tercurah atas semuanya, dan semua orang akan kenal bahwa mereka itu bersama Yesus. Orang-orang yang tiada percaya akan melihat bahwa kebenaran yang kita akui mempunyai satu pengaruh yang suci, dan dengan adanya kepercayaan terhadap kedatangan Kristus akan mempengaruhi tabiat seorang laki-laki atau pun perempuan. Jikalau barang seorang ingin supaya pengaruhnya bermanfaat bagi kebenaran, biarlah mereka itu menghidupkan kebenaran itu, dan dengan demikian menurut Teladan yang rendah hati itu. —– AML 116.4
PERTANYAAN:
Melihat di sosial media facebook banyak sekali orang-orang posting tulisan-tulisan baik dari Tulisan Ny. Ellen G. White ataupun dari Alkitab secara langsung tentang pembangunan/perbaikan moral, yang kesemuanya sangat-sangat baik, lalu dikaitkan dengan kebenaran yang sejauh ini telah dibukakan, khususnya kepada kita para pemegang kebenaran sekarang, pertanyaan muncul apabila setiap orang-orang para pembagi dan pembaca tulisan-tulisan tersebut dapat memiliki karakter/tabiat Yesus ? Berkenankah Tuhan kepada usaha-usaha mendalam yang dilakukan mereka membuat dirinya serupa Yesus? Lalu bila berkenan, apa kaitannya kita sekarang ini mengetahui tentang nubuatan-nubuatan akhir zaman?
SISTEM HUKUM GANDA
“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Korintus 5:21)
Fakta bahwa pasangan suci, yang tidak menghormati satu larangan khusus Allah, dengan demikian melanggar hukumNya, dan sebagai akibatnya menderita akibat kejatuhan itu, harus mempengaruhi semua dengan satu pemahaman benar tentang karakter hukum Allah yang suci….
Umat Allah, yang disebut kepunyaanNya yang istimewa, diberi keistimewaan dengan satu sistem hukum ganda, hukum moral dan hukum upacara. Yang satu, mengarah kembali pada Penciptaan untuk tetap mengingat Allah yang hidup yang telah menjadikan dunia, yang tuntutannya mengikat semua takdir, dan yang akan ada sepanjang masa dan kekekalan. Yang lain, diberikan karena pelanggaran Adam terhadap hukum moral, penurutan yang terdiri dari pengorbanan dan persembahan mengarah pada penebusan yang akan datang….
Kasih yang Allah berikan kepada umat manusia, yang telah diciptakanNya dalam gambarNya sendiri, menuntun Dia memberikan AnakNya untuk mati bagi pelanggaran mereka, kalau tidak maka bertambahnya dosa akan membuat mereka melupakan Allah dan penebusan yang dijanjikan itu, sistem persembahan korban ditetapkan untuk melambangkan persembahan sempurna Anak Allah….
Kristus jadi berdosa bagi umat berdosa dalam menerima hukum ke atas diriNya sendiri, yang seharusnya diterima oleh orang berdosa karena telah melanggar hukum Allah. Kristus berdiri memimpin keluarga manusia sebagai perwakilan mereka. Ia telah mengambil ke atas diriNya sendiri, dosa-dosa dunia itu. Dalam keserupaan manusia berdosa, Ia menghukum dosa dalam tubuh itu….
Hukum Yehovah, yang dimulai dari penciptaan, terdiri dari dua prinsip besar, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu; inilah hukum yang pertama. Dan yang kedua yakni, kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum yang lebih besar daripada ini.”…
Apakah kehendak Bapa itu? Agar kita memelihara hukumnya…..
Kematian Yesus Kristus untuk penebusan umat manusia menyingkap selubung dan memantulkan pancaran cahaya dari ratusan tahun yang lalu ke atas seluruh lembaga sistem keagamaan Yahudi. Tanpa kematian Kristus, semua sistem ini tak berarti. —– Review and Herald, 6 Mei 1875.
HUKUM (SEPULUH HUKUM)
(Buku Kisah Pengharapan, Bab 6 hal. 52 – 55)
Tuhan menampakan diri kepada Abraham dan berfirman kepadanya: “Akulah Allah yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak tercela. Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engaku, dan Aku akan membuat engkau sangat banyak” (Kejadian 17:1,2). “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu” (Kejadian 17:7).
Kemudian Dia meminta kepada Abraham dan ke keturunannya disunat, yaitu memotong secara melingkar pada bagian tubuh, yang menjadi satu tanda bahwa Allah telah membawa mereka keluar dan terpisah dari bangsa penyembah berhala, sebagai harta kepunyaan-Nya sendiri. Dengan tanda ini mereka berjanji dengan sungguh-sungguh tidak akan kawin mengawin dengan bangsa lain, karena dengan melakukan hal itu mereka akan kehilangan rasa hormat kepada Tuhan dan hukumNya yang suci dan akan menjadi sama seperti bangsa penyembah berhala yang ada di sekitar mereka.
Dengan tindakan penyunatan, berarti dengan sungguh-sungguh setuju melaksanakan perjanjian yang dibuat bersama Abraham, terpisah dengan bangsa lain dan menjadi sempurna. Apabila keturunan Abraham tetap memisahkan diri dari bangsa-bangsa lain, mereka tidak akan terjerat jatuh ke dalam penyembahan berhala. Mereka akan menghilangkan pencobaan besar untuk terlibat ke dalam praktek-praktek dosa bangsa itu dan memberontak melawan Allah. Sampai kepada satu derajat yang tinggi, mereka menghilangkan perbedaan, karakter yang suci karena berbaur dengan bangsa di sekitar mereka. Sebagai hukuman. Allah mendatangkan kelaparan kepada mereka, yang memaksa mereka pergi ke Mesir untuk kelangsungan hidup mereka. Karena perjanjian Allah dengan Abraham, Allah tidak meninggalkan mereka sepenuhnya di Mesir. Dia mengizinkan mereka ditindas oleh bangsa Mesir dan menderita, agar mereka kembali kepadaNya dan memilih kebenaranNya dan pemerintahan yang berkemurahan itu serta menuruti kehendakNya.
Hanya beberapa keluarga saja yang pergi ke Mesir pada mulanya. Kemudian diikuti oleh banyak keluarga. Mereka dengan tegas memperingatkan anak-anak mereka untuk memelihara hukum Allah, tetapi setiap hari menyaksikan penyembahan berhala sehingga meragukan hukum Allah. (Komen Rein: ini hanya karena menyaksikan mereka MERAGUKAN HUKUM ALLAH, selanjutnya hingga kita sekarang …. mereka dan kita sudah hanyut dan hidup di dalam adat dan kebiasaan mereka … sehingga sudah sangat jauh bukan saja RAGU, JUGA MELANGGAR dan MENGACAUKAN PENGERTIANNYA.) Orang yang masih menghormati Allah berseru kepadaNya dengan kesedihan yang mendalam agar terlepas dari perbudakan, dan membawa mereka keluar dari negeri penawanan supaya mereka bebas melayani Dia. Allah mendengar terikan mereka dan lahirlah Musa sebagai alatNya untuk membebaskan umatNya itu. (Komen Rein: Victor T. Houteff sebagai contoh saingannya dapat kita pahami demikian (dari pelajaran 40 hari naik ke gunung Sinai) Sesudah mereka meninggalkan Mesir dan Tuhan membelah air Laut Merah. Allah menguji mereka untuk mengetahui apakah mereka tetap percaya kepadaNya, yang telah melepaskan mereka, melalui tanda-tanda pencobaan-pencobaan dan hal-hal yang mengherankan. Tetapi mereka gagal dalam ujian itu. Mereka kembali bersungut-sungut dan melawan Allah karena kesulitan-kesulitan di perjalanan, dan mereka ingin kembali ke Mesir.
Untuk meninggalkan mereka tanpa pengampunan, Tuhan sendiri merendahkan diri merendahkan diri turun ke Gunung Sinai, dalam kemuliaan dan dikelilingi malaikat-malaikatNya. Begitu dahsyat dan penuh kemuliaan Dia menyampaikan kepada mereka hukumNya yaitu sepuluh hukum. Dia tidak mempercayakan orang lain untuk mengajar mereka, bahkan kepada malaikat-malaikatNya, tetapi dengan suratnya sendiri Dia mengatakan sehingga didengar oleh bangsa itu. Bahkan Dia tidak mempercayakan kepada mereka yang memiliki ingatan pendek yang cenderung lupa, tetapi Dia menuliskannya dengan jariNya sendiri yang suci pada loh batu. Dia ingin mencegah segala kemungkinan bahwa mereka akan mencampur aduk tradisi dengan hukumNya yang suci atau salah tafsir dengan hukumNya dengan praktek-praktek hidup manusia.
Kemudian Dia datang mendekat kepada umatNya yang sangat mudah sesat, dan tidak akan meninggalkan mereka hanya dengan sepuluh perintah itu. Dia memerintahkan kepada Musa untuk menuliskan ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan itu dengan tuntunan Ilahi, diberikan dengan petunjuk yang terperinci apa yang Dia inginkan untuk mereka lakukan. Dengan cara ini Dia menjaga sepuluh hukum yang Dia ukir pada loh-loh batu itu. Dia memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas dan peraturan-peraturan untuk menarik manusia yang berdosa untuk menuruti hukum moral itu, yang cenderung mereka langgar.
Apabila manusia memelihara hukum Allah, sebagaimana yang diberikan kepada Adam sesudah kejatuhannya, yang dipelihara oleh Nuh dan dipatuhi oleh Abraham, maka tidak perlu diadakan upacara sunat. Apabila keturunan Abraham setia memegang teguh perjanjian upacara sunat itu, mereka tidak akan jatuh oleh penyembahan berhala kafir, mereka tidak perlu menderita perbudakan di Mesir dan tidak diperlukan bagi Allah untuk menyatakan hukumNya di Gunung Sinai atau menuliskannya pada loh-loh batu dan mempraktekkan prinsip-prinsip sepuluh hukum, maka tidak perlu ada petunjuk-petunjuk tambahan diberikan kepada Musa. (Komen Rein: Artinya hukum upacara cukup hanya sampai potong domba saja yang melambangkan Yesus domba yang sebenarya, jika mereka tidak mengembangkan pelanggaran hukumNya oleh karena PERGAULAN.) (Komen Rein: Alkitab jadi sebenarnya tidak ada bila mereka setia melaksanakan hukum upacara sunat tersebut dan kita pun tidak perlu sekarang ini repot-repot mengikuti petunjuk-petunjuk produk hukum yang terus berkembang karena terus saja dosa menumpuk dibuat oleh umatNya yang tidak henti-hentinya dari generasi berikut-berikutnya melanggar huukum. Artinya TIDAK AKAN ADA HUKUM TERTULIS.)
Musa diperintahkan untuk menuliskan ketetapan dan peraturan yang diucapkan langsung oleh Tuhan ketika dia bersama Allah di atas Gunung Sinai. Bilamana umat Allah menuruti prinsip sepuluh hukum, mereka tidak memerlukan lagi petunjuk khusus Allah yang dia berikan kepada Musa tentang kewajiban mereka kepada Allah dan kepada sesama manusia, yang dia telah tulis pada sebuah buku. Petunjuk yang Allah berikan kepada musa tentang kewajiban bangsa itu kepada satu sama lainnya dan kepada orang asing, merupakan prinsip dari sepuluh hukum, disederhanakan dan dijabarkan dalam bentuk sikap yang tidak keliru, sehingga mereka tidak perlu salah mengerti tentang hukum itu.
Allah memerintahkan kepada Musa dengan jelas mengenai upaya korban yang saat ini sudah diakhiri oleh kematian Yesus. Sistem upacara korban membayangkan pengorbanan Kristus sebagai Domba yang tidak bersalah.