Sabat 16 November 2024
RENUNGAN PENDAHULUAN
Calon 144000 harus menjalani pengalaman penyesalan anak pemboros dan juga contoh kesengsaraan/keluhan dan penderitaan bangsa Israel di Mesir
Mengapakah manusia harus menunggu selama 6000 tahun baru dapat ia kembali ke Eden? Diperlukan waktu selama itu adalah untuk memperoleh sejumlah besar yang cukup dari anak-anak pemboros yang bertobat, yaitu anak-anak pemboros yang telah kembali kepada dirinya sendiri, yang menyadari bahwa adalah lebih baik menjadi penjaga pintu di rumah Bapanya dari pada terjerumus dalam berfoya-foya jauh dari rumahnya. Allah tidak akan membawa kembali seorang pun dari kita ke dalam Eden dengan alam pikiran kita yang dibawa sejak lahir. Ia tidak akan membawa kembali Adam ke dalam Eden dengan alam kejatuhannya itu. Semua orang harus kembali kepada dirinya sendiri. “….. kepicikan tidak akan timbul sampai dua kali.” Nahum 1 : 9.
Sekarang dapatlah kita lihat mengapa adalah lebih mudah bagi seekor unta berjalan melalui lubang jarum daripada bagi seorang kaya untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan itu. Hanya anak-anak pemboros yang oleh pengalamannya menginsyafi, bahwa dunia ini bukanlah rumah Bapa mereka, hanya orang-orang yang memulai kembali ke Eden dengan cara berpikir yang sama serta dengan cara pengakuan yang sama dengan anak pemboros itu yang akan membentuk Kerajaan itu.
Lagi pula, pada waktu bani Israel turun ke tanah Mesir, maka mereka telah mencapai taraf hidup yang tinggi di negeri Goshen. Mereka hidup bagaikan raja-raja. Sesungguhnya mereka bahkan telah mencapai taraf kehidupan yang lebih baik dari pada yang terbaik dari orang-orang Mesir itu. Walaupun Allah mengetahui, bahwa jika apabila masanya makin dekat bagi kelepasan mereka, mereka terus menerus hidup bagaikan raja-raja, jika segala perkara terus menerus begitu mudah bagi mereka seperti halnya semasa hidupnya Yusuf, maka mereka tidak pernah, tidak akan pernah mau mengambil keputusan untuk kembali ke tanah perjanjian. Demikian itulah, maka keadaan-keadaan cobaan yang telah ditakdirkan telah didatangkan untuk memaksa mereka berseru siang dan malam bagi kelepasannya. Kemudian bersiap-siaplah mereka untuk pergi. Sungguhpun demikian untuk lebih memastikan bahwa mereka semuanya akan meninggalkan Mesir, maka Tuhan membiarkan para majikan Mesir itu mencambuk punggung-punggung mereka serta lebih memberati kerja mereka sewaktu Musa masih berada di negeri itu. Sama juga halnya cinta akan dunia harus juga dicambuk keluar dari kita, jika kita akan memulai menuju ke rumah Eden kita itu.
Jika kamu anak-anak laki-laki dan perempuan ingin mendapatkan hidup yang tidak teratur, maka kamu akan memperolehnya. Sesungguhnya adalah lebih mudah mendapatkannya di waktu ini daripada mendapatkannya di masa anak pemboros yang sebenarnya itu di waktu itu. Tetapi hendaklah diingat, bahwa jika kamu kelak kembali ke rumah Eden kita, kamu wajib membayar dengan harga yang sama seperti yang telah dibayarnya. Tidak akan ada tiket gratis bagi siapapun, baik tua ataupun muda.—–Amaran Sekarang jld 1 no. 1
LANJUTAN BELAJAR PENGALAMAN MUSA
PERLUNYA PENDIDIKAN KHUSUS 40 TAHUN
Dalam segala hal, Musa telah menjadi seorang pria yang hebat. Sebagai seorang penulis, sebagai pimpinan militer, dan seorang ahli filosofi, ia tidak ada bandingannya. Kesukaan kepada kebenaran dan keadilan telah menjadi dasar dari tabiatnya dan telah menghasilkan kesetiaan pada tujuan yang tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan dari mode, opini atau pencapaian kesenangan. Kesopan santunan, kerajinan, dan kepercayaan teguh pada Allah memadai kehidupannya. Ia muda dan penuh semangat, berlimpah energi dan kekuatan. Ia sangat bersimpati terhadap penderitaan saudara-saudaranya, dan jiwanya bergejolak dengan satu keinginan untuk melepaskan mereka. Tentu saja, kelihatan bagi hikmat manusia bahwa ia dalam segala hal cocok untuk tugas ini. Tetapi Allah tidak melihat apa yang dilihat manusia; cara-caraNya bukanlah cara-cara kita. Musa belum dipersiapkan untuk menjalankan tugas besar ini, bangsa itupun belum siap untuk kelepasan. Ia telah dididik di sekolah Mesir, tetapi ia masih harus melalui sekolah disiplin yang keras sebelum ia memenuhi syarat untuk tugas suci itu. Sebelum ia sukses memerintah kumpulan besar orang Israel, ia harus belajar untuk menurut, pengendalian diri. Selama empat puluh tahun ia menjalani masa istirahat di padang belantara, agar dalam kehidupannya yang tak menonjol, dalam pekerjaan rendahan menjaga domba-domba, ia dapat memperoleh kemenangan menaklukkan hawa nafsunya sendiri. Ia harus belajar berserah sepenuhnya pada kehendak Allah sebelum ia dapat mengajarkan kehendak itu kepada bangsa yang besar. Makhluk-makhluk fana tentunya tak tahan dengan empat puluh tahun pelatihan di tengah pengunungan Midian, karena menganggapnya sebagai kehilangan waktu sangat lama. Namun Ia yang Mahabijaksana menempatkan dia yang kelak akan menjadi pelepasan bangsanya dari perbudakan, selama periode ini agar mengembangkan kejujurannya, visinya, kesetiaan dan kepeduliannya, dan kemampuannya untuk mengidentifikasi dirinya sendiri dengan kebutuhan para dombanya yang bisu. Mereka yang diberikan tanggung jawab penting oleh Allah tidak dibesarkan dalam kemudahan dan kemewahan; para nabi agung, para pimpinan dan hakim yang ditunjukkan Allah, adalah mereka yang memiliki karakter yang dibentuk oleh kenyataan -kenyataan hidup yang pahit. Allah tidak memiliki orang-orang yang bekerja bagiNya dari satu model dan satu watak saja, tetapi individu-individu dengan berbagai tabiat. —–Sign of the Times, 19 Feb 1880
| Musa telah belajar banyak kebiasaan yang harus dilakukan. Pengaruh mengelilinginya di Mesir –kasih dari ibu angkatnya, kedudukannya sendiri yang tinggi sebagai cucu raja, pesona keagungan dalam seni, pelayanan di setiap bidang, pertunjukan yang mengagumkan dalam hal penyembahan berhala, dan pengulangan terus menerus, oleh para imam, dongeng-dongeng yang tak terhitung banyaknya tentang dewa-dewa mereka— semua itu telah tertanam di dalam pikirannya yang berkembang dan telah membentuk tabiat dan kebiasaannya pada tingkatan tertentu. Kesan-kesan ini dapat berubah seiring waktu, perubahan lingkungan dan hubungan yang dekat dengan Allah. Namun harus oleh usaha yang sungguh-sungguh dan tekan, sebuah perjuangan hidup, mengangkat benih-benih kekeliruan, dan digantikan dengan kebenaran yang ditanam dengan kokoh. Meskipun Allah berencana agar Musa melatih diri melalui disiplin keras, namun Ia menjadi penolong yang selalu siap melawan setan ketika konfliknya terlalu berat untuk kekuatan manusia…. Tatkala Musa melihat bahwa semua karya ciptaan Allah bekerja seirama dengan hukum-hukumNya, ia menyadari betapa tidak pantasnya manusia menentang hukum Allah. Tantangannya paling berat, memerlukan usaha yang panjang, membawa hati dan pikiran pada segala sudut sejalan dengan kebenaran dan dengan surga; tetapi Musa akhirnya menang…. Tahun demi tahun berlalu dan hamba Allah itu masih dalam keadaan bersahaja, seseorang yang kurang iman dibandingkan dia akan menganggapnya telah dilupakan oleh Allah, seolah kemampuan dan pengalamannya lenyap ditelan bumi. Tetapi sambil berkelana bersama kawasan ternaknya di tempat-tempat terpencil, kondisi bangsanya yang menderita senantiasa terpampang dihadapannya. Ia mengenang semua bantuan Allah atas nama saudara-saudaranya yang berada dalam perbudakan, dan doa-doanya yang tekun menggema di tengah gua-gua pegunungan siang dan malam. Ia tidak pernah lelah menghadirkan janji-janji yang telah diberikan bagi bangsanya, dan memohon kelepadan kepadaNya yang telah diberikan bagi bangsanya, dan memohon kelepasan kepadaNya—- Signs of the times, 19 Feb 1880.
Kutipan lain: Musa telah belajar banyak perkara yang sekarang harus ia lupakan. Pengaruh-pengaruh yang mengelilinginya di Mesir kasih kepada ibu angkatnya, kedudukannya sendiri yang tinggi sebagai cucu raja, kehidupan yang gelojoh di sekitarnya, penarikan, tipu daya dan sifat mistik agama palsu, kemegahan penyembahan berhala, keagungan bangunan dan patung-patung—semuanya ini telah meninggalkan kesan yang dalam pada pikirannya yang sedang berkembang dan sedikit banyaknya telah membentuk kebiasaan serta tabiatnya. Waktu, perubahan sekelilingnya, dan hubungan dengan Allah dapat menghapuskan kesan-kesan ini. Hal ini menuntut dari pihak Musa sendiri satu pergumulan yang sungguh-sungguh untuk meninggalkan kesalahan dan menerima kebenaran, tetapi Allah akan menjadi penolongnya bilamana pergumulan tersebut menjadi terlalu berat bagi kekuatan manusia. ——-SRNJ1 291.2
|
“Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak putri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah daripada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar daripada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah.” Ibrani 11:24-26. Musa layak untuk menduduki tempat yang terkemuka di antara orang-orang besar di dunia ini, untuk bersinar-sinar dalam istana kerajaan yang paling megah serta memegang tongkat kekuasaan. Daya pikirnya yang kuat membuat dirinya menonjol di atas orang-orang besar sepanjang zaman. Sebagai ahli sejarah, ahli sastra. ahli filsafat, panglima tentara dan ahli hukum, ia berdiri tanpa bandingan. Namun demikian, sekalipun dunia ada pada jangkauannya, ia mempunyai kekuatan akhlak untuk menolak harapan akan kekayaan, kebesaran dan kemasyhuran, “ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah daripada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa.” ——-SRNJ1 288.2
Catatan analisa:
- Dari perbandingan kedua kutipan di atas kita dapat saksikan bahwa TABIAT Musa terbentuk oleh dua pengaruh, pengaruh dunia, dan pengaruh sorga,
- Walaupun ia telah memutuskan untuk memilih kebenaran dan keadilan, namun dikatakan “ia masih harus melalui sekolah disiplin yang keras sebelum ia memenuhi syarat untuk tugas suci itu.” Karena sesuai yang dituliskan Ellen G. White dalam SRNJ1 291.2 dikatakan: “semuanya ini telah meninggalkan kesan yang dalam pada pikirannya yang sedang berkembang dan sedikit banyaknya telah membentuk kebiasaan serta tabiatnya”., kutipan lain menambahkan pengertian kita tentang bahayanya pengaruh pergaulan:
Setiap pergaulan yang kita bentuk, betapapun terbatas membawa pengaruh terhadap kita. Meluasnya pengaruh yang menguasai kita itu akan ditentukan oleh derajat keakraban, pergaulan yang secara tetap, dan kasih serta pemujaan kita kepada orang yang menjadi teman kita bergaul. Maka dengan demikian oleh pengenalan dan pergaulan kita dengan Kristus kita boleh menjadi serupa dengan Dia, sebagai satu-satunya teladan yang tidak mempunyai kesalahan.——- Maranatha hal 74
Jadi betapa berbahayanya pengaruh dari membuka diri bergaul dengan budaya, kebiasaan pelanggar-pelanggar hukum dari orang-orang sekitar, walaupun kita tidak memadang bahaya namun Alkitab memandang jauh lebih dalam dari kita yang terbatas, itulah sebabnya mengapa perlu pendidikan 40 tahun dipadang belantara dijalani oleh Musa dan kita orang-orang yang hidup sama seperti Musa dahulu ditengah-tengah dunia.
- Dari pengalaman Musa ini, kita dapat lihat bahwa BELAJAR MENURUT dan PENGENDALIAN DIRI yang dikehendaki Tuhan, itu berbeda dengan pikiran manusia, ternyata bukan saja sekedar PATUH/PERCAYA tetapi diperlukan PENGHAPUSAN KESAN-KESAN DARI PENGARUH-PENGARUH MESIR.
Jadi dari sini kita dapat pemahaman bahwa Tuhan tidak menginginkan kita pandai juga dibidang duniawi, ketika Ia hendak pergunakan, semua pengetahuan dunianya harus dihilangkan bukan sekedar dikesampingkan, dengan demikian setelah pendidikan 40 tahunnya tentunya Musa tidak akan mungkin lagi kita dapat katakan ia layak disejajarkan dengan orang-orang besar, karena ia telah kehilangan kemampuan dan pengetahuannya tentang menjadi “ahli sejarah, ahli sastra. ahli filsafat, panglima tentara dan ahli hukum”.
- Pada kutipan SRNJ1 288.2, kita dapatkan bahwa hal yang membuat Musa tidak hanyut dalam kehidupan yang penuh kemewahan dan bergelimpangan harta serta malah memilih penderitaan sengsara bangsanya, suatu pilihan yang aneh bagi kebanyakan orang (seperti Ibrahim) adalah karena IMANnya,…….INILAH BUAH DARI PELAJARAN PEMBENARAN OLEH IMAN YANG DITAMBAH DENGAN PERBUATAN, berikut kutipan Ellen G. White yang menunjukkan tentang “aneh” tersebut:
Ia (Ibrahim) sendiri tidak dapat menjelaskan segala tindakan yang telah diambilnya agar dapat dimengerti oleh sahabat-sahabatnya. Perkara-perkara rohani harus dipahami secara rohani, motif yang menggerakkan tindakannya tidak dapat dipahami oleh kaum keluarganya yang menyembah berhala-berhala itu. –——-PB1 123.1
Allah tidak pencipta sesuatu yang penuh dosa. Tidak ada yang harus takut dianggap aneh jika kewajiban mengharuskan demikian. Jika kita dianggap aneh karena menghindari dosa, maka keanehan kita hanyalah sekedar perbedaan antara kesucian dan kecemaran, kebenaran dan ketidak benaran. Oleh sebab orang banyak lebih menyukai jalan pendurhakaan, haruskah kita memilih hal yang sama? Dengan tandas inspirasi mengatakan “Jangan engkau turut orang banyak yang melakukan kejahatan.” Pendirian kita harus dinyatakan dengan jelas, “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan——Nasihat kepada Pendeta dan Pelayanan Injil, sub judul Amaran setia yang sungguh-sungguh, hal 57
- Penilaian atau anggapannya atas perbuatan “menikmati kesenangan dari dosa” sebagai PENGHINAAN kepada Kristus dari kutipan SRNJ1 288.2 dan dikatakan “Tatkala Musa melihat bahwa semua karya ciptaan Allah bekerja seirama dengan hukum-hukumNya, ia menyadari…” dari kutipan Signs of the times, 19 Feb 1880 menunjukkan bahwa Musa memiliki KESADARAN atau memiliki KEPEKAAN dan atas KESADARAN dan KEPEKAAN inilah yang membuat dirinya diperhitungkan Tuhan sebagai seseorang yang layak dan pantas untuk ditugaskan memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir.
KESADARAN dan KEPEKAAN adalah awal mula langkah-langkah PERTOBATAN. Untuk memahami pentingnya memiliki KESADARAN tersebut kita perlu mempelajari PENGALAMAN ADAM DAN HAWA sebagai manusia-manusia pertama di dunia dan sebagai pencetus pertama adanya pelanggaran hukum yang membuahkan DOSA di dunia ini.
PELAJARAN PERTOBATAN DARI CONTOH HAWA DAN HARUN YANG HARUS DIMENGERTI
- ADAM DAN HAWA
Pohon pengetahuan baik dan jahat telah dijadikan sebagai satu ujian penurutan serta kasih mereka kepada Tuhan. Tuhan telah melihat bahwa tepatlah untuk menghadapkan kepada mereka hanya satu larangan saja terhadap penggunaan segala sesuatu yang ada di dalam taman itu; tetapi jikalau mereka melanggar kehendakNya di dalam hal yang tertentu ini; mereka akan mendatangkan ke atas diri mereka kesalahan daripada pelanggaran itu. Setan tidak dapat terus-menerus mencobai mereka; ia dapat menggoda mereka hanya melalui pohon yang dilarang itu. Kalau mereka berani mencoba untuk menyelidiki keadaan pohon itu mereka akan terbuka kepada muslihatnya. Mereka dinasehati supaya memperhatikan dengan seksama akan amaran yang diberikan Tuhan kepada mereka dan untuk merasa puas dengan petunjuk yang telah diberikanNya dengan sepatutnya. —–PB1 43.3
Ular itu memetik buah pohon yang dilarang itu dan meletakkannya di tangan Hawa yang merasa agak ragu-ragu. Kemudian ia mengingatkan kepadanya akan kata-katanya sendiri bahwa Tuhan telah melarang mereka untuk menjamahnya agar jangan mereka mati. Ia tidak akan menderita sesuatu yang lebih besar dengan memakan buah itu, katanya, daripada dengan menjamahnya. Melihat bahwa tidak ada akibat buruk apa-apa yang terjadi terhadap apa yang diperbuatnya, Hawa menjadi lebih berani. Tatkala ia melihat “sedap kepada pemandangan mata, yaitu sebatang pohon asyik akan mendatangkan budi, maka diambilnya daripada buahnya, lalu dimakannya, serta diberikannya pula kepada lakinya, maka iapun makanlah.” Memang rasanya sedap dan bilamana ia memakannya, ia seolah-olah merasakan adanya satu kuasa yang menggairahkan hidupnya dan membayangkan bahwa ia sedang memasuki suatu kehidupan yang lebih mulia. Tanpa perasaan takut sedikitpun ia memetik dan memakannya. Dan sekarang, setelah ia melakukan pelanggaran, ia menjadi alat setan dalam membinasakan suaminya. Dengan satu perasaan gembira yang aneh dan ganjil, dengan tangan yang dipenuhi oleh buah-buahan yang dilarang itu, ia mencari suaminya dan menceritakan segala sesuatu yang terjadi. —-PB1 46.2
Suatu gambaran kesedihan terlukis pada wajah Adam. Ia kelihatan keheran-heranan dan takut. Terhadap perkataan Hawa ia menjawab bahwa ini tentunya adalah musuh terhadap siapa mereka telah diamarkan; dan oleh hukuman ilahi ia harus mati. Sebagai jawabnya Hawa mendesak untuk memakan buah itu, sambil mengulangi kata-kata ular itu bahwa mereka pasti tidak akan mati. Ia mengatakan bahwa hal ini tentunya benar karena ia tidak merasakan adanya bukti-bukti kemarahan Allah, malahan sebaliknya ia menyadari adanya suatu pengaruh yang nikmat dan menyegarkan yang merangsang segenap jiwanya dengan satu kehidupan yang baru sedemikian rupa sehingga, menurut pikirannya, inilah yang mengilhami pesuruh-pesuruh sorga. —-PB1 47.1
Adam mengerti bahwa pasangannya telah melanggar perintah Allah, mengabaikan satu-satunya larangan yang dihadapkan kepada mereka sebagai satu alat penguji akan kesetiaan dan kasih mereka. Di dalam pikirannya terjadi suatu pergumulan yang hebat. Ia menyesal bahwa ia telah membiarkan Hawa pergi dari sisinya. Tetapi kini hal itu telah terjadi; ia harus berpisah dari dia dengan siapa pergaulannya telah membahagiakannya. Bagaimana ia dapat berpikir demikian? Adam telah menikmati persahabatan dengan Allah dan malaikat-malaikat yang suci. Ia telah memandang akan kemuliaan Khalik itu. Ia mengetahui adanya nasib yang mulia yang akan menjadi bahagian umat manusia kalau saja mereka tetap setia kepada Tuhan. —–PB1 47.2
Tetapi segala berkat-berkat ini hilang lenyap dari pandangannya karena rasa takut akan kehilangan pemberian yang satu itu yang dalam pemandangan matanya lebih berharga daripada segala sesuatu yang lainnya. Kasih, rasa syukur, kesetiaan kepada Khalik itu, semuanya ditelan oleh kasih kepada Hawa. Ia adalah sebahagian daripada dirinya dan ia tidak dapat membayangkan untuk dapat berpisah daripadanya. Adam tidak menyadari bahwa kuasa yang tidak terbatas itu, yang dari lebu tanah telah menciptakan dirinya menjadi satu mahluk yang hidup dan indah serta di dalam kasih telah memberikan kepadanya seorang sahabat, akan dapat memberikan penggantinya. Ia mengambil keputusan untuk ambil bahagian dalam nasib perempuan itu; jikalau Hawa harus mati ia akan mati bersama-sama. Apakah tidak mungkin, pikirnya, bahwa kata-kata ular yang bijaksana itu berisi kebenaran? Hawa berdiri di hadapannya, seindah dan kelihatannya sesuci seperti sebelum ia berbuat pelanggaran. Hawa menyatakan kasih yang lebih besar kepadanya dibandingkan dengan sebelumnya. Tidak terlihat adanya tanda-tanda kematian pada diri Hawa dan Adam bertekad untuk menanggung segala akibatnya. Dengan cepat ia mengambil buah itu dan memakannya. —–PB1 47.3
Setelah pelanggaran itu, Adam mula-mula membayangkan bahwa ia sedang memasuki satu keadaan hidup yang lebih tinggi. Tetapi dengan segera pemikiran tentang dosanya itu memenuhi dirinya dengan rasa kegentaran. Udara yang dulunya bersuhu sejuk sama di mana-mana, kasih dan damai yang selama ini mereka nikmati sekarang telah lenyap dan sebagai gantinya mereka dipenuhi oleh suatu perasaan berdosa, satu kegentaran dalam menghadapi hari depan, satu ketelanjangan jiwa. Jubah cahaya yang menyelubungi mereka sekarang telah hilang dan sebagai penggantinya mereka berusaha membuat satu alat penutup bagi diri mereka; oleh karena dalam keadaan telanjang mereka tidak dapat memandang mata Allah dan malaikat-malaikat suci. —-PB1 48.1
- HARUN DAN BANGSA ISRAEL
Harun merasa takut akan keselamatan dirinya; dan gantinya berdiri teguh untuk kehormatan nama Tuhan, ia telah menyerah kepada tuntutan orang banyak. Tindakannya yang pertama adalah menyuruh agar anting-anting emas dikumpulkan dari semua orang dan dibawa kepadanya, dengan mengharapkan bahwa kesombongan mereka akan menjadikan mereka enggan untuk mengadakan pengorbanan seperti itu. Tetapi dengan sukarela mereka telah menyerahkan perhiasan-perhiasan mereka; dan dari benda-benda ini ia telah membuat sebuah patung tuangan, yang menyerupai dewa Mesir. Orang banyak itu kemudian mengumumkan, “Hai orang Israel! Inilah dewamu, yang telah membawa kamu keluar dari negeri Mesir.” Dan Harun telah mengijinkan penghinaan yang keji ini terhadap Tuhan. Dan ia berbuat lebih dari itu. Melihat bagaimana puasnya orang banyak itu telah menerima dewa keemasan itu, ia telah mendirikan sebuah mezbah di hadapannya, serta memberikan satu pengumuman, “Esok hari adalah hari raya bagi Allah.” Pengumuman itu didahului oleh peniup-peniup terompet dari satu kelompok kepada kelompok yang lain di seluruh perkemahan itu. “Maka pada keesokan harinya bangunlah mereka itu pagi-pagi, lalu dipersembahkannya korban bakaran dan dibawanya korban syukur pula, maka orang banyak itupun duduklah makan minum, kemudian bangkitlah mereka berdiri hendak bermain ramai-ramai.” Dengan berpura-pura mengadakan “satu upacara bagi Tuhan,” mereka telah menyerahkan diri mereka kepada pesta pora yang gelojoh dan penuh nafsu. ——-PB1 333.1
……Musa merasa heran. Ia baru saja keluar dari hadirat Allah yang penuh dengan kemuliaan, dan sekalipun ia telah diamarkan tentang apa yang sedang terjadi ia tidak bersedia untuk melihat pertunjukan yang hebat daripada kemerosotan Israel. Kemarahannya meluap-luap. Untuk menunjukkan rasa jijiknya terhadap kejahatan mereka itu, ia melemparkan kedua loh batu itu, dan kedua-duanya hancur di hadapan semua orang, dengan demikian itu mengartikan bahwa sebagaimana mereka telah menghancurkan perjanjian mereka dengan Allah, demikian juga Allah telah menghancurkan perjanjianNya dengan mereka. —–PB1 336.3
Apabila ia memasuki perkemahan itu, Musa melewati orang banyak yang sedang berpesta pora itu, kemudian ia mengambil berhala itu dan mencampakkannya ke dalam api. Setelah itu ia menggilingnya menjadi seperti tepung, dan setelah menghamburkannya ke dalam satu sungai yang mengalir dari atas gunung, ia menyuruh orang banyak meminum airnya. Dengan demikian ditunjukkan bagaimana sia-sianya dewa yang mereka sembah itu. —–PB1 337.1
Kenyataan bahwa Harun telah diberkati serta dihormati jauh lebih tinggi di atas orang banyak itulah yang justru menjadikan dosanya itu begitu keji. Adalah Harun, “yang disucikan bagi Tuhan” (Mazmur 106:16) yang telah membuat berhala itu dan mengumumkan pesta itu. Adalah dia yang telah diangkat sebagai jurubicara bagi Musa, dan tentang siapa Allah sendiri telah bersaksi, “Aku tahu ia dapat berkata-kata dengan baik” (Keluaran 4:14) yang telah gagal untuk mencegah penyembah-penyembah berhala itu di dalam maksud mereka yang bertentangan dengan sorga. Ia yang Allah telah gunakan sebagai alat untuk menurunkan hukuman baik kepada orang Mesir dan juga kepada dewa-dewa mereka tidak merasa apa-apa pada waktu mendengar pengumuman di hadapan patung itu, “Hai orang Israel, inilah dewamu, yang telah membawa akan kamu keluar dari negeri Mesir.” Adalah dia yang telah bersama-sama dengan Musa di atas gunung dan telah melihat kemuliaan Tuhan, yang telah melihat bahwa di dalam pernyataan-pernyataan kemuliaan itu tidak ada suatupun untuk mana satu patung dapat dibuat—dialah yang telah menukar kemuliaan itu menjadi satu patung yang menyerupai anak lembu. Ia, yang kepadanya Allah telah mempercayakan pemerintahan atas bangsa itu waktu ditinggalkan Musa telah kedapatan membenarkan pemberontakan mereka. “Maka akan Harunpun sangatlah murka Tuhan, sehingga hendak dibinasakannya akan dia.” Tetapi sebagai jawab terhadap doa Musa yang sungguh-sungguh, hidupnya telah dipeliharakan; dan di dalam kerendahan hati satu pertobatan akan dosanya yang besar itu, ia telah diperkenankan Allah kembali. ——PB1 337.3
Apabila bangsa itu mulai menyadari kejinya kesalahan mereka, kegentaran memenuhi segenap perkemahan itu. Dikhawatirkan bahwa setiap orang yang telah berbuat kesalahan itu akan dibinasakan. Merasa kasihan atas kesusahan mereka itu, Musa berjanji akan memohon sekali lagi kepada Allah demi mereka. —–PB1 341.1
Catatan analisa:
Selain dari yang secara eksplisit dapat mudah kita pahami dari kutipan tersebut, terdapat hal-hal implisit yang perlu digali terlebih dahulu untuk kita dapat pahami dan penting bagi kita melaksanakan firman, yaitu antara lain:
- Perhatikan perbedaan Hawa dan Adam, Hawa yang mulai jatuh tergoda oleh bujuk rayu setan, kejatuhan pertama adalah dari dalam diri Hawa sendiri, yaitu tidak meremehkan/mengabaikan petunjuk “Kalau mereka berani mencoba untuk menyelidiki keadaan pohon itu mereka akan terbuka kepada muslihatnya, dan kita saksikan benar-benar terbukti…….terkesannya Hawa atas pohon dan buah tersebut permulaannya, merupakan pintu masuk bagi setan untuk menggodanya, sementara terhadap Adam kita tidak temukan catatan setan memiliki pintu masuk dari potensi kejatuhan yang sama seperti Hawa, kelemahannya dimenangkan setan karena ia mencintai Istrinya, terlepas dari hal tersebut, belajar dari pengalaman pertama Hawa tersebut, KITA PERLU MENGINGATKAN DIRI SENDIRI UNTUK JANGAN MEREMEHKAN/MENGABAIKAN PETUNJUK SEKECIL APAPUN, KARENA MELALUI HAL YANG KECIL TERSEBUT, KEJATUHAN-KEJATUHAN BESAR DAPAT TERJADI,
- Kata-kata “Melihat bahwa tidak ada akibat buruk apa-apa yang terjadi terhadap apa yang diperbuatnya, Hawa menjadi lebih berani” memperlihatkan kepada kita bahwa satu pelanggaran, akan membuka kepada pelanggaran lainnya, hal ini persis dengan nasihat Ellen G. White dalam tulisan-tulisan lainnya antara lain seperti yang kita baca dalam :
Akan ada kejatuhan-kejatuhan yang parah terhadap mereka-mereka yang mengira bahwa mereka tetap kuat bertahan karena mereka memiliki kebenaran tetapi mereka memilikinya bukan sebagaimana berada dalam Yesus. Suatu saat kecerobohan boleh menenggelamkan jiwa ke dalam rerutuhan yang tidak bisa dipulihkan kembali. Satu dosa membawa kepada yang kedua, dan yang kedua menyiapkan cara bagi yang ketiga dan seterusnya….– Selected Messages vol. 3, p 153, 155.
- Pada paragraf PB1 47.1 kita jumpai bagaimana reaksi Adam, tampak jelas perbedaannya, Adam memiliki kesadaran akan pelanggaran hukum, sementara Hawa tidak memiliki kesadaran sama sekali, baik sebelum ia turut memakannya, dan setelah ia memakannya pada PB1 48.1 Adam walaupun kalah karena lebih mempedulikan rasa cintanya kepada Hawa istrinya, namun kita saksikan bahwa ia masih memiliki kesadaran rasa bersalah, yaitu kita baca berikut:
“Setelah pelanggaran itu, Adam mula-mula membayangkan bahwa ia sedang memasuki satu keadaan hidup yang lebih tinggi. Tetapi dengan segera pemikiran tentang dosanya itu memenuhi dirinya dengan rasa kegentaran.”
Kita perhatikan kata-kata tersebut, awalnya setelah Adam memakan buah tersebut ia terpengaruh perasaannya sama seperti yang dirasakan oleh Hawa, namun keberuntungan Adam adalah ia tidak sepenuhnya berubah hanya mengukur dari perasaannya saja, tetapi ia masih menggunakan rasionya atau pikirannya, dan sesegera ia menggunakan pikirannya, maka muncul kembali kesadaran akan akan dosanya dan timbulkan rasa kegentaran atau rasa takut. Dan kesadaran inilah yang mengilhami Adam untuk melanjutkan kepada langkah berikutnya “mengakui” hingga “bertobat”, sedangkan pada pribadi Hawa tidak sama sekali kita temukan KESADARAN,
- Hal yang sama juga kita dapatkan di dalam diri HARUN yang hingga kemunculan Musa barulah ia tergugah kesadaran akan pelanggaran hukum yang membangkitkan murka Allah,
- Harun sama dengan Hawa yang memandang remeh petunjuk yang Tuhan telah gariskan, dan mereka berdua ketahui apa yang mereka buat adalah pelanggaran hukum, bila Hawa berani mengamat-amati atau menyelidiki pohon dan mengagumi buah tersebut, sementara Harun oleh beralasan takut kepada orang banyak, ia memaklumi untuk menahkodai pengumpulan emas dan perak guna dibuatnya patung lembu emas, demikian kata-kata yang kita dapat baca:
“Ia yang Allah telah gunakan sebagai alat untuk menurunkan hukuman baik kepada orang Mesir dan juga kepada dewa-dewa mereka tidak merasa apa-apa pada waktu mendengar pengumuman di hadapan patung itu”,
- Baik Hawa maupun Harun, bila mereka tidak didampingi Adam dan Musa, mereka tidak akan mungkin naik berkembang ke langkah “mengakui” dan juga tentunya tidak akan ada usaha dari dirinya sendiri mengajukan permohonan “bertobat” seperti yang diajukan oleh Adam dan Musa,
- Hal yang dapat kita ambil pelajaran dari Adam dan terlebih dari Musa adalah TIDAK ADANYA SIMPATIK TERHADAP PELANGGARAN HUKUM, khususnya Musa bahkan MERASA JIJIK TERHADAP PELANGGARAN HUKUM, bila kita ingin kuat terhadap godaan dan pesona-pesona dunia sekitar kita yang telah terpengaruh setan, dari pelajaran Hawa adalah JANGAN MEMILIKI SIMPATIK TERHADAP YANG ADA DITAWARKAN OLEH DUNIA…….tentunya hal ini lebih lanjut berkaitan dengan pelajaran KELUAR DARI DUNIA, BERPINDAH KE TEMPAT YANG JAUH DARI PENGARUH/TERPISAH DARI DUNIA,
Dari cerita Hawa dan Harun ini:
Hawa masih beruntung ia memiliki Adam yg peka dan mengingatkan dia, Harun juga demikian masih beruntung memiliki Musa sehingga ia masih bisa dikoreksi dan akhirnya bertobat, murid-murid Yesus dalam contoh lain lagi juga masih beruntung Yesus masih mau berkenan dan menambahkan pendidikan 40 hari, hingga akhirnya mereka bisa keluar dari belenggu dosa kecintaan diri sendiri dan menjadi manusia baru yang nyawanyapun mereka relakan.
Sedangkan kita sekarang……
benar-benar seorang diri tidak ada pendamping yang hidup, Ellen G. White tidak ada bersama-sama kita, Victor T. Houteff tidak juga berada disamping kita sebagaimana contoh-contoh kita di atas dan umat-umat lainnya di perjanjian laman yang bisa menegur dan mengingatkan sebelum kesempatan benar-benar berakhir.
Jadi satu-satunya yang bisa membantu menyadarkan kita hanya DIRI KITA SENDIRI melalui KESADARAN atau KEPEKAAN akan penyimpangan pelaksanaan yang mengarah kepada pelanggaran hukum. Dan yang yang terpenting dari KESADARAN atau KEPEKAAN dari cerita di atas bisa timbul adalah oleh karena adanya PANDANGAN JIJIK TERHADAP PELANGGARAN HUKUM sebagaimana prilaku Musa melihat prilaku bangsa Israel dan juga saudaranya sendiri Harun, sikap memiliki KEBENCIAN TERHADAP PELANGGARAN HUKUM.
Selain itu pula, dapat bersikap kritis atau peka yang mendorong munculnya kesadaran diri dalam diri Adam sesegera mengetahui kejatuhannya bersama istrinya tidak terlepas juga dari dimilikinya pengetahuan akan larangan-larangan dan petunjuk-petunjukNya, oleh karena itu ditarik ke penerapan di diri kita, maka kita sekarang perlu meningkatkan wawasan pengetahuan akan larangan-larangan dan petunjuk-petunjukNya yang berlaku hingga zaman kita di persimpangan jalan saat ini.
Sehingga KESIMPULANNYA ADALAH ……TANPA KESADARAN ATAU KEPEKAAN TIDAK AKAN ADA PERTOBATAN……DAN TIDAK ADA PERTOBATAN BERARTI TIDAK ADA PENGAMPUNAN
Analisa pengembangan memahami kebencian terhadap pelanggaran hukum:
Berbicara tentang kenapa Musa dan Yesus termasuk Elia marah besar terhadap pelanggaran hukum, kenapa tidak bisa dilakukan dengan lebih lembut?, bila kita hidup dimasa mereka pasti kita juga tidak akan setuju dengan ketegasan yg sedemikian keras, Musa mengakibatkan orang Israel harus binasa 3000 orang, Elia mengakibatkan 250 orang dukun-dukun milik Isabel harus binasa.
Pertanyaannya untuk analisa adalah:
Bukankah kita kenal Yesus adalah pribadi yang sangat lembut, panjang sabar? Mengapakah Ia membiarkan pembunuhan kepada begitu banyaknya orang-orang dari bangsa pilihanNya?.
Bila kita merenungkan dari pengalaman Yesus di dalam KaabahNya ketika Ia mendapati mereka berdagang, kemungkinan kita akan melihat selain org banyak murid-murid Yesuspun tentunya tidak menyangka melihat reaksi sikap tegas Yesus yang berbeda dengan yang biasanya mereka jumpai saat berhubungan dengan orang-orang berdosa lainnya seperti Samaria, mungkin murid-murid Yesus sepemikiran dengan kita bahwa orang-orang yang sudah berada di dalam Kaabah tentunya mereka oleh karena mereka lebih mengenal petunjuk Tuhan daripada orang-orang yang dijumpai dijalan-jalan, harusnya Yesus tidak perlu memberikan teguran sedemikian keras, jawaban pikiran-pikiran seperti kita tersebut adalah karena Yesus, Musa dan Elia… ..JIJIK TERHADAP PELANGGARAN HUKUM, TIDAK ADA SIMPATIK sehingga TiIDAK ADA TOLERANSI SEDIKITPUN KEPADA PARA PELAKU PELANGGAR HUKUM.
bila kita ikuti pengalaman Musa dan Elia yang bahkan lebih keras dari pada Yesus sampai menghilangkan nyawa orang banyak, kita bisa lihat bahwa kunci sorga saat itu berada dalam tangan mereka (baca Amaran Sekarang Jld 2 No. 29 Kebenaran yang ditetapkan di bumi ditetapkan juga di Sorga), keputusan mereka menentukan bagi nasib mereka semua, sorga sepakat dengan keputusan mereka, demikian pula satu lagi bila kita ingat cerita Ananias dan Safira, kematiannya bukanlah kehendak Petrus, Petrus hanyalah menegur pelanggaran hukumnya, tetapi sorgalah yg mengeksekusi mereka berdua. Sebaliknya contoh lain dari pengalaman Bileam kita dapat gambaran bahwa bukan berarti sorga itu akan selalu sepakat dengan nabiNya, kita dapat saksikan ketika Bileam hendak mengutuk bangsa Israel sorga tidak berkenan, tetapi ketika ia berubah mengucapkan berkat, barulah sorga sepakat dengan kata-katanya.
Disini dapatlah kita saksikan mengapa Sorga membunuh berjuta-juta orang di air bah, membunuh orang-orang banyak di kota Sodom dan gomora, membunuh banyak orang Israel selama perjalanan keluar dari Mesir dan ketegasan-ketegasan lainnya dari pengalaman tokoh-tokoh Alkitab… ..jawabannya adalah sama yaitu karena SORGA SAMA SEKALI TDK ADA TOLERAN TERHADAP PELANGGARAN DOSA, PELANGGARAN HUKUM ADALAH SESUATU YANG MENJIJIKAN DAN TIDAK ADA TEMPATNYA DI DALAM PEMERINTAHAN SORGA DI SELURUH ALAM SEMESTA.
Berarti sekarang kita dapat paham, BAHWA toleran, simpatik, lembut, pemaaf terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum, pada dasarnya adalah hasil dari pekerjaan ROH SETAN YANG TELAH IA LAKUKAN SEJAK ADAM DAN HAWA yang belum pernah dipaham-pahami manusia bergenerasi-generasi dan masih memenangkan hati termasuk umat-umatNya yang telah mengenal amaran-amaranNya.